Day 7 #10daysforASEAN: Lampu Suar Dari Pedra Branca


Hari Ketujuh: Singapura dan Problematikanya. Tahun 2015 diharapkan ASEAN menjadi satu komunitas tunggal, yang merangkul seluruh negara di ASEAN. Namun di antara anggota ASEAN, ada juga yang memiliki sengketa antar negara, terutama terkait dengan perbatasan antar negara. Seperti yang terjadi dengan Singapura dan Malaysia.  Singapura mempunyai sengketa perbatasan dengan Malaysia pada pulau di pintu masuk Selat Singapura sebelah timur. Ada tiga pulau yang dipersengketakan, yaitu Pedra Branca atau oleh masyarakat Malaysia dikenal sebagai Pulau Batu Puteh, Batuan Tengah dan Karang Selatan. Persengketaan yang dimulai tahun 1979, sebenarnya sudah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional tahun 2008, dengan menyerahkan Pulau Pedra Branca kepada pemerintahan Singapura. Namun dua pulau lagi masih terkatung-katung penyelesaiannya dan penyerahan Pedra Branca itu, kurang diterima oleh Masyarakat Malaysia sehingga kerap terjadi perselisihan antar masyarakat. Bagaimana menurut teman-teman blogger penyelesaian konflik ini terkait dengan Komunitas ASEAN 2015?
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkuwKFnFERRp4gFabedT3VuIEVaWWSEHyq2PPk_u9aSSyah0BsLQA7AOq8mgnwHh-nL7eWO0qqfm5wu85cv7KrAZECLMX71jvfWuHTc0d68ozvXDCYMJLRzj0tXofhXO8MbiYcYdI_gFjH/s1600/PedraBranca-wwwbonzlecom.jpg
Pedra Branca. Gambar dari: wwwbonzlecom
Kalimat pertama yang terlintas ketika membaca tema hari ini adalah,”Hah?! Pedra Branca? Di mana itu ya?” Ternyata Pedra Branca (Bahasa Portugal) atau White Rock atau Pulau Batu Puteh itu adalah pulau karang seluas kurang lebih 8,560 m2 yang terletak di pertemuan antara Selat Singapura dan Laut Cina Selatan atau tepatnya di titik kordinat 1˚19’48”N dan 104˚24’27”E. Kalau jarak tempuh dari Singapura ke arah timur sekitar 44km; 28mi, dari Johor ke arah selatan sekitar 14.3km; 8,9mi dan dari Pulau Bintan ke arah utara sekitar 14.1km; 8.7mi. Tidak jauh dari Pedra Branca, terdapat Middle Rocks yang berada dibawah kedaulatan Malaysia dan South Ledge yang hanya terlihat saat air laut surut.

Catatan sejarah Pedra Branca yang saya baca di Wikipedia cukup panjang. Sedikit saya kutip sejarah singkat tentang Kedaulatan Singapura terhadap Pedra Branca itu.

Pedra Branca sebetulnya sudah dikenal oleh para pelaut sejak berabad lalu dan pulau kecil ini pada awalnya berada di dalam teritori Kesultanan Johor yang didirikan pada tahun 1528 oleh Sultan Alauddin Riayat Shah II, putra dari Sultan Mahmud Shah dari Kesultanan Malaka. Pada tanggal 17 Maret 1824, ditandatangani perjanjian Anglo-Dutch Threaty of 1824 antara Inggris dan Belanda. Intinya, Kesultanan Johor dibagi dua, yaitu Kesultanan baru akan berada dibawah pengaruh Inggris, dan kesultanan Riau-Lingga berada dibawah pengaruh belanda. Berdasarkan Pasal XII Perjanjian, Inggris setuju bahwa berdasarkan Pasal XII Perjanjian "no British Establishment shall be made on the Carimon Isles, or on the Island of Bantam, Bintang, Lingin, or on any of the other Islands South of the Straits of Singapore ..." Jadi, pulau-pulau yang berada di selat termasuk kedalam pengaruh Inggris, termasuk Pedra Branca, ini juga sekaligus mengingatkan daerah teritori Johor Bahru.

Di laman ini saya juga menemukan informasi mengenai koresponden yang berkaitan dengan status Pedra Branca dan memperoleh jawaban sebagai berikut:
The Acting State Secretary of Johor replied on 21 September that "the Johore Government does not claim ownership of Pedra Branca". This correspondence indicated that as of 1953 Johor understood it did not have sovereignty over Pedra Branca, which had therefore vested in the United Kingdom.
Sejak tanggal 27 Juni 2002, Pedra Branca ditetapkan sebagai area yang dilindungi oleh Pemerintah Singapura. Dan pada tanggal 21 Desember 1979, Director of National Mapping of Malaysia mempublikasikan peta seluruh teritorial perairan dan kontinental batas wilayah Malaysia, dan menunjukkan bahwa Pedra Branca berada di antara wilayah teritori perairan Malaysia. Tentu saja Singapura menolak dengan mengirimkan nota diplomatik pada 14 Februari 1980 dan meminta agar peta tersebut dikoreksi. Perselisihan tidak dapat dihindari sehingga membuat persoalan ini sampai ke Mahkamah Internasional. 

Dengan data-data bahwa meski Pedra Branca itu pada awalnya berada dibawah kekuasaan Johor, tetapi karena fakta sejarah menunjukkan bahwa adanya pernyataan tertulis kalau pihak Malaysia tidak akan mengklaim kepemilikan atas Pedra Branca, keberadaan peta yang diterbitkan oleh Malaysia pada tahun 60-an sampai 70-an mengindikasikan bahwa Pedra Branca berada dibawah kedaulatan Singapura, rasanya wajar kalau akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan pulau tersebut berada dibawah kedaulatan Singapura.

Sedangkan Middle Rocks yang sama-sama ditemukan oleh Sultan Johor, diputuskan oleh Mahkamah Internasional menetapkan pulau tersebut berada di bawah kedaulatan Malaysia. Selanjutnya, Pengadilan Mahkamah Internasional belum memutuskan apapun terhadap South Ledge yang berada di wilayah teritori yang tumpang tindih.

Keputusan Mahkamah Internasional menuai protes. Katanya masyarakat Malaysia ada yang kecewa. Saya paham. Situasinya barangkali sama seperti ketika Mahkamah Internasional memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan harus berada dibawah kedaulatan Malaysia, bukan Indonesia. Apa yang bisa kita lakukan? Marah pada Malaysia? Kecewa pada Mahkamah Internasional? Bukti-bukti yang menjadi landasan atau dasar Mahkamah Internasional sudah kuat untuk mengambil keputusan penting tersebut. 

Mencari bukti-bukti baru sah-sah saja, namun saya juga ingin usul. Pahami sejarah dan bukti-bukti yang ada, pelajari dan pahami. Manfaatkan berbagai jalur komunikasi untuk mengedukasi masyarakat (bukan untuk provokasi) dan  bertukar pikiran tentang fakta sejarah yang sebenarnya supaya tidak terjadi salah paham dan membuat konflik memburuk. Teman-teman blogger Malaysia dan Singapura mungkin bisa membantu dalam hal ini.
Sumber http://bit.ly/1cw9ng0
Pedra Branca memang hanya pulau batu karang seluas 8,560m2, tetapi karena lokasinya yang strategis di antara pertemuan Selat Singapura dan Laut Cina Selatan, membuat pulau ini memiliki nilai strategis yang sangat besar. Bukan sebagai tempat tujuan wisata, tetapi di sana ada Horsburgh Lighthouse dan helipad. 

Lampu yang menyala malam hari dari mercu suar itu, pernah saya lihat beberapa kali sekian tahun yang lalu dari pantai utara Pulau Bintan.

~~~yang punya blog~~~

Tulisan ini disertakan dalam Lomba Blog #10daysforASEAN, Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hello!

Perjalanan Napak Tilas

Perjalanan Personal Blog