Satu Malam Di Lagoi



Deasy di BBT Ferry Terminal
Seperti yang saya singgung di postingan sebelumnya, kalau perjalanan kali ini bukan sekedar liburan biasa. Karena bagi saya perjalanan Singapore – Bintan – Singapore ini adalah jalur yang dulu pernah beberapa kali saya lakukan, ehm... lebih tepatnya BintanResorts – Singapore – Bintan Resorts atau Batam – Singapore – Batam. Untuk pekerjaan atau sekedar menjauh dari keseharian.

Kembali ke Bintan Resorts, seperti membawa kembali kenangan ketika pertama kali saya menginjakkan kaki di kawasan ini. Tempatnya tenang, jarang ada kendaraan tapi terlihat tertata dengan rapi dan apik. Saya jatuh hati pada tempat ini. Begitu juga ketika staff HRD membawa saya ke kawasan yang katanya perumahan karyawan atau biasa disebut housing.  

Bangunan compound 4 rumah dibawah satu atap dan berderet-deret itu, agak-agak mirip tempat tinggal yang ada di serial Melrose Place *ketauan umur!* Begitu masuk ke dalam, langsung melihat ruang tamu dan ruang makan tanpa sekat, ada dapur yang lengkap (minus gas sih waktu itu!), kamar mandi yang tidak luas, dan dua kamar tidur. Satu untuk teman baru saya yang sama-sama dari Jakarta, satu kamar lagi terletak di sisi kanan itu untuk saya. Kamarnya cukup luas. Bukan main, semua sudah lengkap. Saya langsung merasa nyaman.

Jadi, ketika saya mengusulkan untuk menginap di Bintan Lodge, sebetulnya salah satu pertimbangan saya adalah karena konsep bangunannya sampa persis seperti housing, jadi... bagi saya saat itu, saya seperti pulang ke rumah. Selain itu, lokasinya yang juga bertetangga dengan tempat tinggal saya dulu, artinya juga bertetangga dengan teman-teman saya yang masih tinggal dan bekerja di Bintan Resorts, saya juga bisa jalan kaki ke Pujasera dan Pasar Oleh-Oleh. Entah ya, tapi saya benar-benar ingin menikmati suasana di Bintan Resorts saat itu seperti ketika saya masih tinggal di sana. Menghirup udara yang bebas polusi. Whaaa... rindunya saya dengan semua itu.

Deasy yang saat itu jadi teman seperjalanan, pasrah menyepakati usulan saya. Mungkin sebenarnya dia juga penasaran dengan tempat tinggal saya dulu...hehehe

~~~

Mobil yang kami tumpangi memasuki kawasan Bintan Resorts jam lima lewat. Kami memilih untuk langsung menuju Bintan Lodge. Saya sendiri akhirnya harus melupakan keinginan untuk melihat sunset-nya Bintan Resorts karena cuaca yang ngga mendukung.

Traveling bag yang sejak saya check-in tadi saya tinggalkan di salah satu sudut kamar, akhirnya saya buka setelah menikmati beberapa menit empuknya kasur kamar lodge. Deasy yang memilih kamar dengan 2 tempat tidur, memutuskan untuk mandi dulu sementara saya yang sekamar dengan Mamak Syafliana sibuk chit-chat sambil saya membongkar isi traveling bag.

Satu persatu, kami bergantian mandi dan siap-siap keluar lodge lagi. Mamak memilih untuk sidak ke BBT Ferry Terminal, sedangkan saya dan Deasy memilih ke housing dan Pujasera. Sempat mampir ke housing Ignasius ‘Pacet’ dan Tina. Surprise untuk mereka saat melihat saya berdiri di depan pintu housing-nya yang terbuka.

Puas ngobrol dengan Pacet dan Tina, kami menelusuri jalan setapak yang paving block-nya ditata apik. Kiri kanan jalan setapak itu bangunan housing yang penghuninya sebagian saya perhatikan ada di dalam, sebagian lagi gelap. Kami menaiki 3 anak tangga untuk sampai ke pelataran parkir yang cukup luas. Berjalan kaki sambil sesekali melihat ke langit yang bebas polusi. Kami menuruni 3 anak tangga lagi setelah melewati sebuah bangunan kecil berisi beberapa mesin cuci. Dan tepat di salah satu compound, saya berhenti. Saya amati lantai bawah, gelap. Kalau ngga salah 2 unit di bawah itu memang sudah tidak berpenghuni. Saya amati lantai atas, satu unit diterangi cahaya lampu meja dan sebelahnya gelap. Itu... itu tempat tinggal kedua saya dulu setelah sebelumnya sempat ditempatkan di lantai bawah.


Pelan saya menaiki anak tangga menuju teras housing yang dindingnya sudah berwarna biru. Dulu, saya sering duduk di anak tangga itu saat malam tiba. Menikmati langit Lagoi malam hari yang bertabur bintang. Dulu, setiap weekend ketika saya sedang off duty, saya biasa beres-beres housing sampai menata beberapa pot anggrek yang sering ditinggal pemiliknya. Kadang saya taruh berjejer menuruni anak tangga, kadang saya susun rapi berderet dekat pinggir balkon menuju tangga tanpa takut ada yang mengambil.

“Meit, itu yang terang itu bintang kejora kan ya?” teriak Nia dari arah pelataran parkir depan housing kami, sesaat setelah dia turun dari mobil.

“Hah?! Bintang kejora? Bintang kejora mah cuma ada di lagu kayaknya... itu yang terang planet kan...,” sahut saya dari anak tangga.

“Ooooh...hahaha...salah ya?”

Saya nyengir.

Ah, ya...ada banyak cerita keseharian di housing ini. Saya mengaktifkan kamera di gadget, mengabadikan beberapa kali dinding dan pintu unit housing tempat tinggal saya dulu. Dan kegiatan terhenti ketika samar saya mendengar ada suara tv dan orang (sepertinya) sedang bercakap-cakap. Saya melongok ke bawah, gelap. Buru-buru saya menarik tangan Deasy untuk menuruni anak tangga. Sampai di bawah, saya sempat berbalik dan memperhatikan 4 unit housing. 3 gelap 1 ada cahaya, mungkin dari unit itu. Deasy masih terlihat kebingungan ketika saya kembali menarik tangannya untuk segera menyingkir dari sana.

Setelah agak jauh, saya berhenti bentar. Mengatur nafas, dan pelan-pelan saya menjelaskan ke Deasy. 

“Iya, gue juga denger sih. Kayaknya dari yang ada nyala lampunya itu...,” kata Deasy ketika saya selesai menjelaskan kenapa saya sampai menarik tangannya. Saya hanya mengangguk sambil mengajaknya untuk segera ke Pujasera. Jalan kaki.

Menuruni bukit sambil bercerita, tanpa terasa kami sudah sampai di Pujasera. Saya langsung mengajak Deasy ke arah stall-stall penjual berbagai masakan. Masih ada Lamak Basamo, sudah ekspansi jadi 2 stall, ada  stall koperasi Wira Artha yang menjual khusus minuman...eh, bukan minuman keras lho tapinya..., lalu...

“Ibu!” saya memanggil seorang ibu yang sedang sibuk di dalam stall masakan khas Jawa Timur.

“Mbak!” Si ibu penjual masakan khas Jawa Timur itu. Kami berpelukan, bertukar cerita.

Setelah membeli makanan di sana, saya pamit dan melangkahkan kaki ke salah satu toko di seberang deretan stall makanan. Di toko itu saya membeli beberapa makanan ringan dan air mineral. Dan berhubung uang pecahan saya kurang, akhirnya saya menyerahkan uang SGD5.00. Deasy bengong. Saya menerima kembalian dalam Rupiah. Kami meninggalkan toko dengan 1 kantong keresek besar berisi belanjaan kami.

“Eh, kok lu tadi bayar pake dollar?”

“Iya Deas, di sini SGD berlaku juga sebagai alat bayar transaksi, termasuk kalau kita beli sayur atau kebutuhan dapur di pasar belakang stall-stall ini...,”

“Bisa?”

“Bisa. Bayar pake SGD tapi dikembaliin Rupiah, dan mereka nerima uang SGD yang udah dilipet-lipet juga tanpa mengurangi nilai tukar. Beda banget ya sama di Jakarta, kalo udah ada lipetan nilai tukarnya pasti berkurang...hehehe...”

Kami melangkahkan kaki ke luar dari area Pujasera. Perjalanan kembali ke Bintan Lodge membutuhkan tenaga ekstra, karena jalan menuju ke lodge menanjak. Duh!

~~~

Beberapa menit kami tiba di lodge, suasana lodge terasa lebih meriah. Bukan hanya oleh suara dari tv atau suara saya dan Deasy saja, tapi Mamak Syafliana datang bersama Mba Irma dan Amrizal, kemudian datang juga Marno. Seru... obrolan di meja makan dan ruang tamu yang tanpa sekat itu menemani makan malam kami.

Cerita tentang Mba Irma yang sekarang di operasional BBT FT, Amrizal yang sudah lebih baik posisinya di ticketing BBT FT, Marno yang sudah pindah ke salah satu resort yang ada di kawasan Bintan Resorts dan Mamak Syafliana yang usahanya bareng Bapak sudah berkembang ke arah positif banget.

Jam 10 malam satu persatu pamit. Kami pun satu persatu masuk ke kamar. Kami harus bangun pagi besok untuk keliling resorts sebelum kembali ke Jakarta via Singapore.

Satu malam di Lagoi untuk menuntaskan kangen memang ngga cukup, tapi lebih baik dari pada tidak sama sekali. Berharap lain kali ada kesempatan untuk bermalam lebih dari satu malam, dan kalau diijinkan di housing yang dulu... 

Nite...nite...

~~~yang punya blog~~~

Setelah ini saya mau cerita tentang beberapa lokasi di Bintan Resorts.

Komentar

  1. Ahhh...ceritanya belum kelar, yang suara berisik dari salah satu kamar itu beneran ada orangnya kan?...terus saya juga baru tahu klo uang yang sudah terlipat di Jakarta bisa berkurang nilainnya, maksudnya bagaimana yah? kasih contoh dong? [-(

    BalasHapus
  2. @Ilham: suara orang ngobrol dari salah satu unit itu ada orangnya hehehe... cuma waktu itu saking kagetnya langsung ngacir :))... oh itu mata uang asing, seperti USD, MYR, SGD. Biasanya uang kertas kan suka kita lipat dua atau asal masuk dompet/saku baju/celana, akhirnya si uang kertas ini kan suka ada lipatan atau agak2 lecek. Nah kalau seperti di Jakarta biasa nilai tukar uang itu berkurang beberapa point, sama seperti kalau ada sedikit coretan. Di Bintan Resorts, dengan kondisi uang kertas seperti itu masih sama nilainya dengan uang kertas yg masih mulus. Biasanya transaksi di toko atau Pujasera :D

    BalasHapus
  3. Oh, mata uang asing toh...iyalah, wajar jika nilainya berkurang eh tapi kok rupiah gak seperti itu yah perlakuannya

    BalasHapus
  4. @Ilham: Aku pernah juga nuker Rupiah di SG. Nilainya ngga berubah, mungkin karena lokasi money changernya di pelabuhan yang jadwal ferry ke Bintan dan Batam banyak.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hello!

Perjalanan Napak Tilas

Perjalanan Personal Blog